LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH




OBLIGASI SYARI’AH
MAKALAH
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syari’ah


Disusun Oleh :
1.      Nirmala
2.      Mustika Prawita
3.      Muhammad Yusuful Hamdani

Dosen Pembimbing :
Ahmad Tantowi S.Sy.,ME.I

PRODI S-1 PERBANKAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI) HAMZAR
LOMBOK TIMUR


2017/2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Obligasi Syariah (SUKUK)” guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Syari’ah. Sholawat salam dan do’a penulis ucapkan untuk Nabi besar Muhammad ., keluarga dan para sahabatnya sekalian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini. Terutama penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ahmad Tantowi S.Sy.,ME.I yang telah membimbing dan megarahkan penulis dalam penyelesaian makalah ini.
           
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


Wanasaba, Desember 2018

Penulis














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR____________________________________________________           ii
DAFTAR ISI____________________________________________________________          iii
BAB I PENDAHULUAN__________________________________________________           1
A.    Latar Belakang_____________________________________________________           1
B.     Rumusan Masalah___________________________________________________           1
C.     Tujuan ____________________________________________________________           2

BAB II PEMBAHASAN__________________________________________________           3
A.    Sejarah Obligasi Syariah______________________________________________           3
B.     Pengertian Obligasi__________________________________________________           3
C.     Landasan dan Dasar Hukum Obligasi____________________________________           4
D.    Struktur  Obligasi Syariah_____________________________________________           6           
E.     Model Praktek Obligasi_______________________________________________           7
F.      Ketentuan Obligasi Syariah____________________________________________         10
G.    Problema Kesyariahan Obligasi_________________________________________         11
H.    Konsep Alternatif___________________________________________________         12
I.       Harga Obligasi______________________________________________________         16
J.       Praktek Obligasi di Lembaga Keuangan Syariah___________________________         17
K.    Kritik Konsep dan Praktek ____________________________________________         17
L.     Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional_____________________         18

BAB III PENUTUP______________________________________________________         20
A.    Kesimpulan________________________________________________________         20
B.     Kritik dan Saran____________________________________________________         20

DAFTAR PUSTAKA_____________________________________________________         21











BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sama seperti orang yang membutuhkan uang, demikian juga perusahaan dan pemerintah di seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan perlu uang untuk ekspansi bisnis dan membiayai pengeluaran mereka, sementara pemerintah harus membayar utangnya dan membutuhkan dana untuk program-program pembangunan infrastruktur. Semua ini dapat dicapai dengan penerbitkan obligasi di pasar. Dengan berkembangnya bisnis yang berbasis syariah, maka demikian pula obligasi yang beredar di Indonesia ini. Dualisme antara obligasi konvensional (umum) dan obligasi syariah meramaikan pesar efek di Indonesia.
Hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas. Oleh karena itu penyusun akan mengulas bagaimana perkembangan obligasi syariah jika dibandingkan dengan obligasi konvensional.

B.     Rumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Sejarah Obligasi Syariah?
2.      Apa Pengertian Obligasi?
3.      Apa Landasan dan Dasar Hukum Obligasi?
4.      Bagaimana Struktur Obligasi Syariah?
5.      Bagaimana Model Praktek Obligasi?
6.      Apa Saja Ketentuan Obligasi Syariah?
7.      Apa Problema Kesyariahan Obligasi?
8.      Bagaimana Konsep Alternatif?
9.      Berapa Harga Obligasi?
10.  Bagaimana Praktek Obligasi di Lembaga Keuangan Syariah?
11.  Seperti ApaKritik Konsep dan Praktek?
12.  Apa Saja Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensi?














C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :

1.      Mengetahui Sejarah Obligasi Syariah
2.      Mengetahui Pengertian Obligasi
3.      Mengetahui Landasan dan Dasar Hukum Obligasi
4.      Mengetahui Struktur  Obligasi Syariah
5.      Mengetahui Model Praktek Obligasi
6.      Mengetahui Ketentuan Obligasi Syariah
7.      Mengetahui Problema Kesyariahan Obligasi
8.      Mengetahui Konsep Alternatif
9.      Mengetahui Harga Obligasi
10.  Mengetahui Praktek Obligasi di Lembaga Keuangan Syariah
11.  Mengetahui Kritik Konsep dan Praktek
12.  Mengetahui Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Obligasi Syariah
            Obligasi syariah atau sukuk mulai dipergunakan oleh para pedagang Islam pada masa abad pertengahan dalam konteks perdagangan internasional sebagai dokumen yang menunjukan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Sejumlah penulis barat menyatakan bahwa sukuk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
            Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Councel (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA- Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan dengan sangat pesat. Suburnya perkembangan sukuk ini membuat pemerintahan di dunia Islam pun mulai tertarik pada hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk denag nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar,Dan masih banyak lagi contohnya.
            Di Indonesia secara resmi pasar modal syariah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek bekerja sama dengan Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Indeks pada tanggal 3 juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut maka para pemodal telah disediakan saham-saham dan obligasi yang dapat dijadikan sarana berinvestasi dengan penerapan prinsip syariah. Maka munculah harapan bahwa pasar modal yang didasari prinsip syariah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi lembaga keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut adalah obligasi syariah.
            Perkembangan selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk, pada awal september 2002. Instrument ini merupakan obligasi syariah yang pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah ijarah. Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrument baru yaitu reksadana indeks dimana indeks yang dijadikan underlying adalah Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII)

B.     Pengertian Obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “obligate”  yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti kontrak. Dalam keputusan RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu yang sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana pasar modal). (Abdul manan, Hukum Ekonomi Syariah (dalam persfektik kewenangan peradilan agama, (Jakarta ; kencana prenada media grup;2012), hal 325)
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (bisa berupa badan hukum atau perusahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan.
Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi syariah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah (DSN) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 menjelaskan, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah sebuah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah  yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margn/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. (Ibid, hal 332)
            Menurut Heru Sudarsono, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap sebagaimana yang terdapat dalam obligasi konvensional, tetapi lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan.

C.    Landasan dan Dasar Hukum Obligasi
Landasan dan dasar hukum obligasi adalah sebagai berikut :
1)      Al-Qur’an
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) adalah :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya : “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-Baqarah [2]: 275)

2)      Al-Hadits
Hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
Artinya:
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

3)      Kaidah fiqih
اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Artinya:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

4)      Majma’ Fiqih
      Bebrapa majma’ fiqih (Dewan Fiqih) Internasional yang diakui eksistensimya telah membahas dan menetapkan haramnya mengeluarkan obligasi berbunga atau bermuamalah dalam obligasi tersebut dengan cara apapun.
      Fatwa Dewan Syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
      Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang menggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest (bunga), sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
a.       Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
b.      DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
c.       Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
d.      Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
e.       UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

5)      Pendapat Ulama Tentang Obligasi Syariah
      Karena kompleksnya masalah saham dan obligasi, Dr. Muhammad Yusuf Musa, menganjurkan seyogiyanya masalah saham dan obligasi ini dibahas oleh “ahlu al-hilli wa al-addli” secara sinergi dan simultan dengan melibatkan berbagai ulama’ dengan berlatar belakang di berbagai macam disiplin ilmu yang relevan dengan permasalahannya, dalam hal ini adalah ulama’ fiqih, ahli hukum wadl’i / hukum umum serta para ahli ekonomi untuk bersama membahasnya sampai tuntas untuk menjadi pegangan umat.
      Di kalangan ulama’ modern abad XX (20) ada beberapa ulama yang telah terpanggil jiwanya untuk membahasnya secara konprenhensip untuk melakukan ijtihad/pengkajian terhadap masalah ini antara lain :
a.       Dr. Mahmud Syalthouth mantan Rektor Universitas al-Azhar Mesir, berpendapat bahwa jual-beli saham itu dibolehkan oleh Islam sebagai akad “mudharabah”, karena pemilik saham ikut menangung untung dan rugi (profit and loss sharing); sedangkan obligasi diharamkan oleh Islam, karena didalamnya mengandung praktek riba.
b.      Berupa fixed return/interest yang bersifat permanent/tetap. (Syalthouth:355); Dr. Yusuf al-Qordhawi dalam pembahasannya menjelaskan, bahwa menerbitkan saham, memiliki dan menjualbelikan serta melakukan kegiatan bisnis saham adalah halal, tidak dilarang dalam Islam, selama perusahaan yang didukung oleh dana saham tersebut tidak melakukan kegiatan bisnis yang terlarang, misalnya membuat minuman keras atau melakukan praktek ribawi. Adapun obligasi hukumnya dilarang, karena mengandung praktek riba (Dr. al-Qordhawi: Juz I h. 251-522);
c.       Dr. Wahbah Az-Zuhaily menegaskan, bahwa melakukan kegiatan bisnis saham, hukumnya halal menurut agama, sedangkan bisnis obligasi itu haram,
karena padanya mengandung praktek ribawi berupa bunga. (Dr. Wahbah Azzuhaily : Juz II h. 774);
4.      Syaikh Abdurrahman Isa berpendapat, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan oleh agama, termasuk saham-saham yang dipergunakan untuk mendukung perbankan, sekalipun sebagian besar kegiatan perbankan itu untuk perkeriditan dengan sistem bunga, karena keberadaan bank dewasa ini dalam tatanan ekonomi negara modern sebagai lembaga yang harus ada dan bersifat dlarurat, oleh karena itu saham untuk mendukung perbankan adalah halal.

D.    Struktur  Obligasi Syariah
            Obligasi syari’ah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (investment) memungkinkan beberapa bentuk stuktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan pada riba. Berdasarkan pengertian tersebut obligasi syariah dapat memberikan :
1)      Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah / muqaradah / qiradh  atau musyarakah adalah kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative (indiaksi waktu) / expected return (tingkat pengembalian yang diharapkan) karena sifatnya yang floating (mengambang) dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
2)      Margin/Fee berdasarkan akad Murabahah atau Salam atau Istishna atau Ijarah. Dengan akad Murabahah/ Salam/ Isthisna sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis(Penambahan biaya) obligasi jenis ini akan memberikan fixed return(pengembalian tetap)

            Di Indonesia, yang banyak digunakan dalam penerbitan obligasi syariah adalah struktur Mudharabah (bagi hasil pendapatan) baik yang telah diterbitkan maupun yang akan diterbitkan dalam waktu dekat. Sehingga, yang dikenal adalah Obligasi Syariah Mudharabah. Obligasi Syariah Mudharabah memang telah memiliki pedoman khusus dengan disahkannya Fatwa No: 33/DSN-MUI/ IX/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut, bahwa Obligasi Syariah Mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad Mudharabah. Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain yang mendasari pemilihan struktur mudharabah ini, di antaranya adalah:

1)      Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relatif panjang.
2)      Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing), seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan capital expenditure.
3)      Mudharabah merupakan percampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang di danai.
4)      Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur Murabahah dan Bai Bi-tsaman Ajil menjadi Mudharabah dan Ijarah
.
Ø  Mekanisme atau beberapa hal pokok mengenai Obligasi Syariah Mudharabah ini dapat diringkaskan dalam butir-butir berikut:

1)      Kontrak atau akad Mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2)      Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT, atau EBITDA). Tetapi, Fatwa No: 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing.
3)      Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan Emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
4)      Pendapatan Bagi Hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/ keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
5)      Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan).
6)      Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.

E.     Model Praktek Obligasi
Obligasi merupakan hutang jangka panjang kepada investor, pemegang hanya akan memperoleh keuntungan tetap dari hasil bunga obligasi sampai jatuh tempo. Oleh sebab itu bunga tetap memberi jaminan yang aman selama investasi.disamping itu dalam masa pelunasan obligasi, investor akan mendapatkan prioritas pelunasan lebih dahulu dibandingkan pemegang saham, ketika perusahaan penerbit mengalami kesulitan keuangan dan likuiditas. Namun investor pada obligasi tidak memiliki hak suara dalam rapat umum seperti halnya pemegang saham.

1)      Prosedur Penerbitan Obligasi
Dalam penerbitan obligasi, perusahaan penerbit (emiten) menjelaskan jumlah dana yang diperlukan yang dikenal dengan jumlah penerbitan obligasi (emisi obligasi). Jika perusahaan memerlukan dana sebanyak Rp.500 milyar misalnya, maka obligasi akan diterbitkan sesuai dengan jumlah dana yang tersediapenetapan banyak atau sedikitnya jumlah obligasi yang diterbitkan didasarkan atas cash flow perusahaan serta bisnis perusahaan.
Ketika perusahaan akan menerbitkan obligasi, ia mesti memperkirakan waktu jatuh tempo obligasi tersebut, apakah 5 atau 10 tahun. Semakin cepat waktu jatuh tempo, maka obligasi ini akan diminati, karena mempunyai resiko yang kecil. Ketika waktu jatuh tempo, pihak perusahaan mesti melunasi hutang pokok beserta bunga. Disamping itu kadar bunga yang diberikan diupayakan lebih banyak dari kadar bunga perbankan , karena penetapan ukuran bunga (kupon) sangata penting, agar investor berminat untuk membeli obligasi.
Kemudian perusahaan penerbit dating kepada perusahaan efek untuk memberi bantuan terhadap persiapan syarat-syarat penerbitan, sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh badan pengawas yaitu Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Perusahaan efek yang dimaksud disini bertindak sebagai Wali Amanat yang selanjutnya mempunyai peranan untuk membeli obligasi. Adapun prosedur penerbitan obligasi yang ditetapkan adalah : (Jakarta Stock Exchange, peraturan go public, dalam Hulwati, Ekonomi Islam (teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di pasarmodal Indonesia dan Malaysia (Jakarta : ciputat press group; 2006), hal171)

Ø  Penetapan  Pendaftaran yang telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM
a.       Laporan yang diaudit akuntan terdaftar di BAPEPAM.
b.      Nilai nominal obligasi yang dicatatkan Rp 25 milyar.
c.       Jarak waktu pemohonan dengan penerbitan sekurang-kurangnya 6 bulan, dan waktu jatuh tempo obligasi minimal 4 tahun
d.      Perusahaan penerbit telah beroperasi minimal 3 tahun
e.       Pada dua tahunterakhir perusahaan telah mendapat keuntungan dan tidak ada kerugian pada 1 tahun terakhir.
f.       Angota pengawas dan pengurus memiliki nama baik.

Dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi berbeda dengan dokumen saham. Perbedaan ini berkaitan dengan Wali Amanat yang bertindak sebagai agen. Wali Amanat merupakan wakil, dan juga pihak yang mempertahankan kepentingan pemegang obligasi.

2)      Proses Penawaran Dan Perdagangan Obligasi
Proses penawaran pertama obligasi dilakukan melalui penyampaian isi prospectus. Hal itu meliputi sejarah singkat perusahaan dan pemegang saham, struktur aktivitas, serta mas depan perusahaan, jumlah nominal obligasi, harga penawaran, tingkat buanga dan jatuh tempo. Hal ini disampaikan kepada calon investor  dengan mencantumkan fakta dan pertimbangan penting. Seperti anggaran perusahaan, bidang usaha perusahaan, jumlah nilai obligasi dan tujuan penggunaannya.Data laporan penting seperti laporan keuangan terbaru dilampirkan secara keseluruhan. Disamping itu dilengkapi dengan istilah-istilah yang yang perlu dipahami oleh investor. Setelah semua disahkan oleh lembaga pengawas (BAPEPAM), obligasi dapat diperdagangkan dipasar, baik di pasar utama maupun di pasar sekunder. (Hulwati, Ekonomi Islam (teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di pasarmodal Indonesia dan Malaysia (Jakarta : ciputat press group; 2006), hal 173)

Peringkat obligasi menunjukkan kualitas kredit dari suatu obligasi dan seberapa besar kemungkinanpenerbit akan memenuhi kewajiban. Lembaga pemeringkat independen seperti Standard and Poor's,Fitch Rating, dan Moody's menyampaikan kemungkinan terjadinya gagal bayar (default) pada suatu obligasi.
3)      Perdagangan Obligasi Di Pasar Utama
Tahap awal yang mesti dilakuakan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan efek yang memiliki perusahaan tetap (fixed income), mempunyai peranan untuk membeli atau menjual obligasi. Selanjutnya investor membuka rekening untuk memperoleh informasi perdagangan obligasi setiap saat.
Setelah melakukan analisis terhadap obligsi yang akan dibeli kemudian investor memilih perusahaan efek dan memberikan keprcayaan kepada Wali Amanat untuk membeli obligasi yang dikehendaki dengan menjelaskan spesifikasinya. Seterusnya wali Amanat  bertindak sebagai broker untuk membeli obligasi atas nama investor.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan penawaran dan pemesanan obligasi pada pasar utama : (Bursa efek Surabaya, proses perdagangan dan penyelesaian obligasi, dalam Hulwati, Ekonomi Islam (teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di pasarmodal Indonesia dan Malaysia (Jakarta : ciputat press group; 2006), hal174)

a.       Investor dilakukan oleh Wali Amanat  dan agen penjual di pasar utama.
b.      Kemudian investor menghubungi Wali Amanat atau agen penjual (broker) sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
c.       Pemesanan obligasi diikuti dengan pembayaran.
d.      Wali Amanat atau agen penjual member pengumuman mengenai hasil penawaran umum kepada investor.
e.       Penawaran pertama obligasi yang diterbitkan perusahaan kepada
f.       Proses pemberian (allotment) obligasi kepada investor dilakukan oleh wali Amanat dan perusahaan penerbit obligasi.
g.      Apabila jumlah obligsi kurang dari yang dipesan investor maka kelebihan dana investor akan dikembalikan (proses ini disebut dengan refund).

Kemudian obligasi dibagikan kepada investor melalui pemegang kepercayaan dan agen penjual. Obligasi yang telah diterbitkan perusahaan akan di beli atau di jual di pasar utama dengan harga nominal.
Sistem perdagangan melalui OTC-FIS memberi informasi tentang kuota pembekalan dan permintaan, informasi tentang transaksi dan laporan perdagangan secara langsung ( Real time). Sistem ini memungkinkan partisipasi pasar untuk memasukkan, membatalkan dan merubah kuota beli maupun kuotasi jual selama belum terjadi ketetapan transaksi.
            Partisipan pasar obligasi dapat mengajukan satu kuota beli atau kuota jual dalam sistem OTC-FIS. Kemudian partisipan lain yang berminat dengan kuota tersebut dapat memasukkan perintah beli atau jual dalam sistem ini. Calon pembeli dan calon penjual dapat melakukan perundingan. Apabila terjadi persetujuan, maka masing-masing memberikan konfirmasi selambat-lambatnya pada akhir hari bursa perdagangan obligasi tersebut.

Dipasar ini harga obligasi dapat di atas atau di bawah nilai nominal. Hal ini tergantung pada perbandingan antara ukuran bunga obligasi dengan ukuran bunga yang berlaku umum yaitu ukuran bunga deposit bank.Konsekuensi dari fluktuasi perubahan harga obligasi sebagai berikut :

a.       Jika ukuran bunga deposit bank lebih tinggi maka investor akan lebih memilih menempatkan dananya pada doposito bank.
b.      Jika ukuran bunga dopositbang rendah maka investor akan lebih memilih menempatkan dananya pada deposito. Sehingga menimbulkan permintaan yang tinggi dan harganya naik.
c.       Sistem pembayaran obligasi

Bagi obligasi swasta, pembelian dan pembayaran obligasi dilakukan melalui pengalihan ke rekening perusahaan efek. Sementara obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, maka rekening mesti dibuka melalui institusi keuangan yang didaftarkan sebagai sub registry  oleh Bank Indonesia. Pengalihan obligasi dari rekening penjual ke rekening pembeli dikuasakan kepada Bank Indonesia. Berdasarkan hal itu, bank juga akan melakukan pembayaran dari rekening pembeli kepada rekening penjual di Bank Indonesia. Informasi jual beli diperoleh dari sub registry masing-masing ( pembeli dan penjual ) tentang status kepemilikan obligasi. terdapat sejumlah sub registry yang akan mengadministrasikan kepemilikan obligasi bagi investor bukan bank atau market maker.
Investor dikenakan biaya jasa yang diberikan sub registry, sedangkan central registry, tidak memberi beban biaya kepada Bank Indonesia sistem kliring, registrasi dan informasi obligasi pemerintah, ( BI-SKRIP) atau\sub registry dan market maker.
            Pembayaran obligasi dilakukan melalui prinsip Delivery Versus Payment (DVP). Delivery Versus Payment adalah suatu prinsip bahwa jika Transfer Dana merupakan suatu kewajiban yang timbul dari perjanjian lain antara Pengirim dan Penerima pada saat Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer Dana, kewajiban Pengirim untuk melakukan pembayaran kepada Penerima telah selesai dan Pengirim berhakatas objek yang diperjanjikan.
(http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2011/3TAHUN2011UUPENJEL.htm diakses pada sabtu, 8 desember 2018 jam 20.42)
            Prinsip ini berlaku bagi obligasi swasta dan   pemerintah. Sebagai alternatif, investor dapat membayar melalui broker atau bank, kemudian dilakukan penyelesaian transaksi. Pendaftaran secara DVP terjadi ketika pembeli dan penjual sepakat apabila pengalihan obligasi hanya akan terjadi jika pembayaran telah dilakukan.

F.     Ketentuan Obligasi Syariah
1)      Ketentuan Umum:
a.       Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;
b.      Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip Syariah
c.       Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

2)      Ketentuan Khusus
a.       Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
1.      Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh
2.      Musyarakah
3.      Murabahah
4.      Salam
5.      Istishna
6.      Ijarah
b.      Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memper-hatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
c.       Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
d.      Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
e.       Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.

G.    Problema Kesyariahan Obligasi
            Sebagian besar ulama Islam kontemporer melarang jual beli obligasi konvensional dalam semua jenis dan secara keseluruhan, serta menganggap bahwa hukumnya haram mutlak. Para ulama yang berpendapat seperti itu ialah Syaikh Shaltut, Muhammad Yusuf Mussa, Syaikh Yusuf Qardawi, Abdul Aziz al Kahiat, Ali al Salus, dan Saleh Marzuki dengan memberi petunjuk fiqh yang menjadi dasar keluarnya fatwa larangan tersebut yaitu:

1)      Obligasi konvensional yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah dianggap sama seperti utang yang di dalamnya terdapat bunga. Bunga ini bisa dikategorikan sebagai riba al-nasia yang diharamkan oleh Islam.
2)      Utang obligasi sama dengan deposito yang disimpan dalam bank, dan hitungan bunga atas obligasi dianggap sama dengan bunga deposito, walaupun uang dari obligasi itu bisa diinvestasikan secara khusus setelah diserahkan kepada pihak yang mengeluarkan obligasi serta dijamin atas pengembaliannya setelah jatuh tempo plus tambahnya (bunga). Cara ini dianggap sama saja dengan utang yang dipakai untuk produksi yang dikenal di zaman jahiliah dan diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunah.

a)      Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut:
1)      Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem yang digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi syariah yang dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
2)      Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional daripada obligasi syariah.
3)      Di usia yang masih relatif muda dan sistem yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum ia kenal.

b)      Sedangkan usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala-kendala obligasi syariah adalah sebagai berikut :
1)      Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman masyarakat akankeberadaan obligasi syariah di tengah-tentah masyarakat. Keterlibatan praktisi, akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha-usaha obligasi syariah.
2)      Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relatif lebih sedikit daripada pasar rasional. Oleh karenanya obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma setidaknya obligasi syariah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitasnya.
3)      Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi syariah.

H.    Konsep Alternatif
1)      Obligasi Konvensional
            Pendapatan atau imbal hasil atau return yang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima.

Ø  Ada 2 (dua) istilah dalam penentuan yield yaitu current yield dan yield to maturity.
a.       Currrent yield adalah yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut.
Current yield = bunga tahunan
harga obligasi
Contoh:
Jika obligasi PT XYZ memberikan kupon kepada pemegangnya sebesar 17% per tahun sedangkan harga obligasi tersebut adalah 98% untuk nilai nominal Rp 1.000.000.000, maka:
Current Yield     = Rp 170.000.000 atau 17%
Rp 980.000.000         98%
= 17.34%
b.      Sementara itu yiled to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan oleh para pelaku adalah YTM approximation atau pendekatan nilai YTM, sebagai berikut:
YTM approximation =   C + P – R
n x 100%
P + R
   2
Keterangan:
C = kupon
n = periode waktu yang tersisa (tahun)
R = redemption value
P = harga pembelian (purchase value)
2)      Obligasi Syariah
            Meskipun banyak ulama besar yang mengharamkan penjualan obligasi. Bukan berarti obligasi harus dihapuskan. Oleh karena itu DSN-MUI memberi kelonggaran terhadap transaksi obligasi. Adapun batasan-batasan obligasi yang diperbolehkan dalam syariah islamberdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang Obligasitersebut adalah:

a.       Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.
b.      Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

      Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.                     
      Begitu besar keinginan para ekonom muslim untuk mengadakan produk terutama obligasi yang berdasarkan prinsip Islam. Namun apa yang terjadi setelah obligasi menggunaan pembiayaan syariah, pelaksanaan dan peraturannya belum mengikuti syariah.
Dalam hal ini obligasi yang diadakan hanya sekedar menggunakan pembiayaan syariah, idealnya belum berdasarkan syariah  secara keseluruhan.
      Karena itu perlunya solusi alternatif ke arah yang lebih baik, dalam artian prinsip ini dapat diterima dan diakui secara langsung berdasarkan prinsip dan aturan syariah. Berkaitan dengan ini para ekonom muslim memberi sumbangan pemikiran terhadap alternatif penerapan obligasi syariah. Alternatif tersebut diantaranya :

1.      Obligasi Muqaradah (Muqaradah Bonds)
      Muqaradah Bond adalah suatu kontrak dengan dilakukan oleh beberapa orang dan pengelola modal. Obligasi ini telah disahkan secara internasional oleh IOC Academy. Menurut Hailani Muji Tahir bahwa obligasi muqaradah  merupakan alternative bagi obligasi yang ada. Obligasi ini merupakan dokumen-dokumen terdaftar yang diterbutkan atas nama pemilik dengan jumlah modal tertentuuntuk membiayai suatu proyek yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapat keuntungan berdasarkan akad muqaradah.
      Dalam perdagangan muqaradah bonds, investor tidak terlibat dalam jual beli secara diskon. Namun ketika investor bermaksud menjual muqaradah bonds sebelum jatuh tempo, maka dapat menjual asetnya berdasarkan harga awal. Menurut ahli Fiqh, obligasi ini diharuskan berdasarkan qiyas ke atas akad mudharabah (Hulwati. Op. cit hal 298-299) Obligasi ini juga sering disebut dengan istilah obligasi mudharabah.
(http://www.academia.edu/5166686/Sanadat_AlMuqaradah_Sukuk_Bond_Obligasi_Indonesian_ hal 5 diakses pada 8 Desember 2018 pukul 20.54)          
            Menurut Fatwa No. 33/DSN-MUI/X/2002 menyatakan bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah, dimana emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) sedangkan pemegang obligasi sebagai shahibul maal (pemodal/investor).

Ø  Adapun mekanisme obligasi syariah mudharabah  sebagai berikut : (Abdul manan. Op. Cit h 334-335)

1)      Akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan
2)      Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing).
3)      Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, meningkat ataupun menurun dengan pertimbangan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan diawal akad.
4)      Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik ( tahunan, semesteran, kuartalan, maupun bulanan)
5)      Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja actual emiten maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.

Ø  Adapun ketentuan-ketentuan yang berlaku berkaitan dengan konversi obligasi mudharabah menjadi saham adalah:
1)      Wajib menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai dengan undang-undang negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
2)      Wajib menjaga keseimbangan keuangan dengan sumbersumbernya, baik dari dalam maupun dari luar.
3)      Tanggal dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus  dijelaskan, serta jangka waktu yang mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan ke dalam saham.
4)      Wajib menjelaskan kadar batas maksimal pengeluaran bagi saham yang baru jika ada.
5)      Penjelasan tanggal pengembalian harga obligasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke dalam saham
Ø  Contoh:
            Sebagai contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan.

2.      Prinsip Ijarah
Ijarah adalah memberi penyewa kesempatan untuk mengambil manfaat dari barang sewaan dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan yang telah disepakati bersama. Dalam akad ijarah yang paling utama adalah aset yang disewa serta jumlah aset yang jelas dan diketahui oleh kedua belah pihak.

Ø  Ketentuan akad ijarah sebagai berikut :

1)      Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
2)      Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
3)      Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
4)      Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa / upah.
5)      Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
6)      Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.

Ø  Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1)      Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta‟jir). Sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan (mu‟jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan property owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah).
2)      Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

            Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada Toko Matahari untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan / mengijarahkan kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati.
Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena pendapatannya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih menyukai fixed income.

Ø  Berkaitan dengan hal ini OIC Fiqh Academy di Jedah menegaskan bahwa:

1)      Gabungan aset dapat diwakili dengan catatan tertulis atau obligasi (bon),
2)      catatan ini atau obligasi dapat dijual dengan harga pasar.


Ø  Adapun ciri-ciri ari obligasi ijarah sebagai berikut : (Hulwati. Op. cit hal 306)

1)      Obligasi Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan dari aset yang ada dan diketahui yang mengikat melalui kontrak ijarah. Jadi obligasi ijarah dapat diperdagangkan pada pasar dengan harga yang ditentukan oleh pasar.
2)      Pendapatan dari obligasi ijarah tidak boleh dengan pendapatan tetap dan ditentukan terlebih dahulu.
3)      Obligasi ijarah dapat diperdagangkan di pasar sekunder, obligasi ini menawarkan tingkat likuiditas dan fleksibeliti yang tinggi.

Obligasi ijarah diinilai cukup perspektif bagi perusahaan yang bermaksud untuk menerbitkan obliggasi Islam. Sistem ini sangat menguntungkan para investor sehingga diasumsikan mampu menarik banyak investor yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi Islam. Ketika dalam penyewaan terjadi gagal bayar maka posisi investor dalam keadaan aman. Investor dapat menarik gedung tersebut, sebab pada dasarnya gedung ini milik investor.

Ø  Contoh:
            Penerapan akad Ijarah secara praktis dapat kita lihat pada Matahari Departemen Store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan Obligasi Ijarah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah, dimana Matahari bertindak sebagai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad wakalah, dimana atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama lima tahun.

I.       Harga Obligasi
1)      Konvensional
            Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal.
Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:
a.       Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
b.      at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta
c.       at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.
Namun yang terpenting adalah, instrument bunga (interest instruments) sangat mempengaruhi permintaan obligasi. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin sedikit orang (calon investor) membeli obligasi, tetapi semakin rendah suku bunga, maka semakin banyak orang (calon investor) yang akan berinvestasi dengan membeli obligasi.

2)      Syariah
            Obligasi syariah atau mudharabah bond ini dijual pada harga nominal pelunasan jatuh temponya (at maturity par value) di pasar perdana. Landasan syariah dari obligasi ini antara lain berdasarkan hadist Mudharabah yang diriwayatkan oleh Suhaib Ar Rumi (H.R. Ibnu Majah). Pada prinsipnya mudharib memiliki kewajiban finansial kepada shahibul maal, untuk mengembalikan pokok penyertaan ditambah bagi hasil dari keuntungan. Peluang mendapatkan bagi hasil inilah, oleh shahibul maal bisa dialihkan ke pihak lain melalui mekanisme al Hawalah (pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil).
            Mekanisme al Hawalah ini bisa menjadi dasar transaksi mudharabah bond di pasar sekunder. Landasan syariahnya antara lain H.R. Imam Bukhari dan Muslim: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan) kepada orang yang mampu / kaya, maka terimalah hawalah itu.” Dalam kaitan ini mayoritas ulama sepakat membolehkan al Hawalah pada satu bentuk kewajiban finansial. Atas dasar landasan syariah al         Hawalah, maka di pasar modal syariah tidak ada transaksi yang bisa dikategorikan jual beli murni setelah perdananya. Karena sebagian besar ulama telah mengharamkan Bai’ Al Dayn (the sale of payable right raises from transaction), yang berarti melarang untuk diperjualbelikan utang piutang secara tangguh. Yang bisa dilakukan oleh pemegang obligasi syariah (Shariah bonds holders) adalah meng-hawalah-kan syariah bonds-nya untuk mendapatkan dana segar sebesar maturity par value-nya, dengan melakukan perjanjian revenue sharing atas initial revenue sharing yang diperoleh dari penerbit syariah bonds.
            Dengan demikian syariah bonds sebaiknya dikeluarkan atas nama, bukan atas unjuk. Pendekatan lain yang kini tengah dibahas oleh para ahli fiqih dan ahli keuangan syariah adalah membeli utang secara tunai (karena yang dilarang adalah membeli utang secara tangguh). Salah satu di antara skema yang tengah dikembangkan adalah lembaga keuangan tertentu menjual metal kepada bond holders dengan mempergunakan obligasi syariah itu sebagai proceednya.     Harga yang disepakati sesuai dengan harga nominal (par value obligasi tersebut). Dalam transaksi ini tidak terjadi diskon atau mark down dari nilai obligasi karena hal ini bisa menjadi pintu belakan bagi riba nasi’ah. Lembaga keuangan mendapat keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual metal tersebut

J.      Praktek Obligasi di Lembaga Keuangan Syariah
Secara perlahan namun pasti, Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim mulai dikenal luas oleh dunia, memiliki aplikasi ekonomi/keuangan syariah yang berbeda dari negara-negara kebanyakan. Indonesia kini dikenali memiliki praktek ekonomi syariah yang relatif komplit pada semua aspek ekonomi. Dalam bentuk praktiknya, ekonomi syariah telah berkembang dalam bentuk kelembagaan seperti perbankan, BPRS, Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Pasar Modal Syariah, dengan instrumen obligasi dan Reksadana Syariah, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, maupun lembaga keuangan publik islam seperti lembaga pengelola zakat dan lembaga pengelola wakaf.  Sehingga sistem ini tidak hanya berkembang pada sektor perbankan saja, namun merambah juga pada sektor keuangan mikro, keuangan sosial, dan praktek-praktek usaha riil yang mencoba memenuhi prinsip-prinsip syariah..

K.    Kritik Konsep dan Praktek

Semakin menjamurnya lembaga keuangan syariah, semakin banyak pula praktek ekonomi syariah yang dilaksanakan. Ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Semakain maraknya pelaksanaan praktek/akad syariah yang dilakukan menggambarkan keunggulan-keunggulan praktek ekonomi syariah.Namun semakin tinggi keberadaan kita maka tantangan, kritik yang berkembang pun semakin marak pula.
Salah satunya dalam praktek obligasi syariah (SUKUK). Tidak membutuhkan waktu lama, setelah sukuk mulai diterbitkan sekarang telah banyak yang berminat untuk terjun dalam transaksi sukuk. Namun dalam maraknya transaksi sukuk, banyak aspek yang masih dipertanyakan.
Motivasi awal untuk bertransaksi sukuk misalnya. Ada yang beranggapan sukuk merupakan hal baru yang terkadang konsepnya pun belum begitu kokoh sehingga dapat dengan mudah disalah gunakan.
PR besar kita dalah menyempurnakan kembali konsep dan praktiknya karena ia adalah ‘produk baru’ dimanasaat ini penerbitannya masih berdasarkan ketentuan umum obligasi (non syariah). (Aziz Budi Setiawan. Obligasi (suukok) Syariah: Alternatif pendanaan Korporasi. IEI diunduh dari iei.or.id pada 8 Desember 2018 pukul 21.46)

M.  Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
Adapun perbendaan antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional antara lain yaitu:(https://www.mozaikislam.com/206/perbedaan-obligasi-syariah-dan-obligasi konvensional.htm) Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasakan atas aset dan prooduksi.
Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna, dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan kepasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.
Dalam harga penawaran,jatuh tempo, pokok olbigasi saat jatuh tempo, antara obligasi syarah dengan obligasi konvensional tidak ada  bedanya. Perbedaan terdapat pada pendapatan

Keterangan
Obligasi Syariah
Obligasi Konvensional
Harga Penawaran
100%
100%
Jatuh Tempo
5 tahun
-
Pokok Obligasi saat jatuh tempo
100%
100%
Pendapatan
Bagi hasil
Bunga







Menurut M. Gunawan Yasni, perbedaan antara obligasi konvensional dengan obligasi syariah tersebut dapat dilihat dari empat hal. Dengan rincian pada tabel di bawah ini :

No
Berdasarkan
Obligasi Konvensional
Obligasi Syariah
1
Kepemilikan
Atas unjuk atau obligasi yang pelunasannya dilakukan kepada pembawanya (bearer bond) dan siapa saja yang membawanya dapat mengakudan sah menjadi pemilik
Atas nama (nama pemiliknya tertera disertifikat obligasi)
2
Return
Interest  bersifat tetap/ fixed ditentukan lebh dulu besarnya pada saat perjanjian dan sudah pasti dapat dihitung secara matematika
Bagi hasil bersifat mengambang (floating) dan fee/sewa bersifat tetap (fixed) yang ditentukan di awal (hanya disepakati proporsi pembagian hasil apabila memperoleh keuntungan di masa depan)
3
Risiko
Sulit diketahui dan dibaca, jika terjadi default (gagal serah)
Mudah diketahui, karena tingkat return sangat dipengaruhi oleh kondisi perusahan
4
Mekanisme jualbeli
Dapat diperjualbelikan secara langsung karena siapapun yang membawa berhak dan sah untuk memilikinya
Menggunakan konsep hawalah (pengalihan hutang piutang kepada pihak lain dengan tanggungan bagi hasil)















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
            Salah satu perbedaan yang sangat menonjol antara obligasi konvensional dengan obligasi syariah adalah sistem pengawasannya. Dalam obligasi syariah selain diawasi oleh wali amanat juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus dipenuhi, yakni aktivitas utama (core business) haruslah usaha yang halal, dan tidak bertentangan dengan substansi fatwa DSN.    Adapun tentang penerbitan obligasi yang sesuai dengan prinsip Islam harus sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah (DSN) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002.
Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.

B.     Kritik dan Saran
            Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kami minta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.













DAFTAR PUSTAKA

Aziz Budi Setiawan. Obligasi (suukok) Syariah: Alternatif pendanaan Korporasi. IEI
https://www.mozaikislam.com/206/perbedaan-obligasi-syariah-dan-obligasi-konvensional.htm
Hulwati. Ekonomi Islam (teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di pasarmodal Indonesia dan Malaysia). Jakarta : ciputat press group; 2006.
Jalil Mariam Jamilah Abdul dan Zuriah Abdul Rahman.Sukuk investment Comparison of the profit obtained by using Ijarah and Musharakah Muthanaqisah principles with long-term tenure vol.4 no 2/. Malaysia: Emeral Group Publishing Limited. 2012.
MananAbdul.Hukum Ekonomi Syariah (dalam persfektik kewenangan peradilan agama. Jakarta : kencana prenada media grup. 2012
Prututor pendidikan investasi dua bulanan.2010.
Kencana Prenada Medi Group,  Jakarta, 2012
Ascarya, Akad dan Produk Bank syariah,RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007
Khaerul Umam, Pasar Modal Syariah dan Praktek Pasar Modal syariah, Pustaka Setia, Bandung, 2013
Nurul Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, PT Fajar Interpratama Mandiri. Jakarta, 2013
Nurul huda dan Mustafa Edwin nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta, 2009
Nurul huda dan Mustafa Edwin nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 314.
Khaerul Umam, Pasar Modal Syariah dan Praktek Pasar Modal syariah, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 173.
Nurul Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, PT Fajar Interpratama Mandiri. Jakarta, 2013, hlm. 239-244.
http://ekonomi-indonesia-bisnis . infogue.com/obligasi syariahAndri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009).
Sapto Raharjo,. Panduan Investasi Obligasi. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009).
Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution. Current Issues Lembaga Keuangan Syariah. ( Jakarta: Kencana, 2009).
http://dicorahmatpratama.blogspot.com/2017/11/dasar-hukum-obligasi-dan-struktur.html
http://fayruzaljufri.blogspot.com/2016/11/obligasi-syariah-dalam-perspektif-hukum_28.html
https://3kh4.wordpress.com/2008/05/06/obligasi-syariah/










Komentar